Inilah 3 Macam Kesiangan

Apabila dianalisis dengan cermat dan seksama (namun tidak serius), ternyata kesiangan itu terdiri dari 3 macam. Apa sajakah ketiga macam kesiangan tersebut? Simaklah dengan seksama (namun jangan terlalu serius) uraian berikut. Tiga macam kesiangan, yaitu: (1) kesiangan yang disengaja, (2) kesiangan yang agak disengaja, dan (3) kesiangan yang tidak disengaja.

(1) Ternyata ada ya kesiangan yang disengaja? Banyak sekali, saudaraku. Buktinya, dahulu alias baheula (sekarang mungkin sudah enggak) banyak oknum PNS yang ngantornya dengan semau gue. Seharusnya ngantor pukul 7, oleh karena merasa bekerja di kantor milik kakek neneknya maka datangnya jam 10. Mendingan kalau bekerjanya sungguh-sungguh, pulang jam 4 atau jam 5. Ternyata tidak!. Pukul 12.30 sudah gelisah, pantat mendadak jadi ambeien bin wasir. Alasan ini itu, lalu pulang. Jadi apa dan siapa sesungguhnya yang mereka layani ya? Mungkin sudah merasa tidak berasa dan memang mungkin sudah terlalu biasa.

Anehnya kalau di kantor-kantor swasta yang besar ternyata tidak seperti itu, pegawai swasta lebih berdisiplin. Bukan tidak ada, hanya sepertinya tidak akan membudaya seperti di kantor-kantor pemerintahan. Hal ini tiada lain karena kalau di swasta itu biasanya jelas dalam soal “reward and punishment“nya. Bolos segitu jam, ya potong saja gajinya, begitu contoh yang gampangnya. Hal inilah yang tidak diterapkan di kantor-kantor pemerintahan. Pegawai negeri itu santai, sebab gaji sudah fixed tiap bulan. Perkara bolos atau mangkir, wah, yang di atas juga sama saja mangkir, begitu biasanya alasan yang mereka argumenkan.

Sahabat dekat Saya kebetulan seorang pegawai negeri di Noname City. Dia bercerita, ada anak buahnya yang hanya bekerja (ngantor) 1 hari dalam sebulan, itu juga ngantor saat hari gajian saja. Beberapa kali dinasihati, tetap saja begitu. Alasannya hanya cukup dengan mengatakan, “Tidak punya ongkos Pak ….”
Dasar tidak punya malu.
“Kenapa tidak dikau marahi, atau dikau laporkan saja ke atasan?” kata Saya.
“Tidak berani,” jawab sahabat Saya, “Jelas tidak berani, dia itu kan saudaranya atasan saya, kang ….”
Wah, entahlah kalau begitu!

(2) Bagaimana dengan kesiangan yang agak disengaja? Kesiangan jenis ini sebenarnya tidak ingin kesiangan, tapi ada hal lain yang menyebabkan kesiangan. Contohnya kalau sedang musim sepak bola Piala Dunia, Piala Eropa, atau piala-pialaan. Bukankah semua orang (penggemar bola) juga tentu bukan ingin kesiangan, tapi ingin menonton sepak bola? Kadang-kadang semalam suntuk tidak tidur membela nonton sepak bola, meskipun tidak ada satupun dari pemain bola yang ditonton itu memiliki hubungan kekerabatan, persahabatan, atau apapun dengannya. Sudah dapat dipastikan besoknya pasti mengantuk berat. Jadilah kesiangan. Tidak disengaja kan kesiangan yang seperti ini? Tapi menonton sepak bolanya – yang menjadi mengantuk sampai kesiangan ngantor, itulah yang disengaja. Jadi, yang beginilah yang dimaksud dengan kesiangan agak disengaja itu.

(3) Yang ketiga, kesiangan yang tidak disengaja. Kesiangan jenis ini benar-benar tidak disengaja. Tentu saja kesiangannya juga tidak akan terus-terusan seperti contoh kesiangan yang disengaja di atas. Bisa saja malamnya ada yang sakit, terus harus kemit, tidak bisa tidur. Namanya juga musibah. Jadi kalau besoknya kesiangan, ya dimaklum, sebab bukan keinginannya dan bukan disengaja.

Di kampung, suka banyak sekali anak sekolah yang pada kesiangan. Alasannya juga kuat, membantu pekerjaan orang tuanya. Maklum anak di kampung, meskipun masih kecil, banyak yang sudah diandalkan untuk membantu orang tuanya. Mengambil rumput buat kambing lah, mengambil air bersih lah, membelah kayu bakar lah, dan sebagainya. Karena begitu mungkin karena terdorong oleh keadaan. Kalau orang tuanya serba berada, masa tega anaknya harus mengerjakan pekerjaan orang dewasa sampai menjadikan kesiangan sekolahnya segala. Namun mau bagaimana lagi. Oleh sebab itu, guru-guru di sekolah pun sudah memaklumi kesiangan jenis ini, soalnya pemerintah belum bisa memakmurkan semua rakyatnya.

Meskipun begitu, kalau keseringan, kesal juga pak Guru. Saperti halnya kisah si Dodo anaknya Mang Abun. Dodo hampir setiap hari kesiangan. Memang sebenarnya sebelum sekolah Dodo suka bekerja dulu membantu orang tuanya. Hanya saja karena terlalu sering, hampir tiap hari, pak Guru akhirnya marah juga.
Ketika si Dodo kesiangan lagi, pak Guru membentak, “Habis ngapain dulu kamu Dodo? Itu yang lain sudah mengerjakan hampir sepuluh soal, ini malah baru datang!”
“Eu.. euh..maaf pak Guru, saya pulang dari mengawinkan dulu kambing barusan..” si Dodo menggigil.
”Mengawinkan kambing? Kenapa bukan oleh bapakmu saja yang begituan?” , balas pak Guru makin menggebu.
”Eu..eu..nggak bisa dong pak, harus oleh kambing lagi…”, si Dodo memelas bingung, setengah marah. Tega benar pak Guru, masa kambing mau kawin harus sama bapaknya!!